16 Februari 2016

Ustadz Ammi Nur Baits: Syarat Menerjemahkan al-Quran

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Al-Israa`:36).


Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu mendasari setiap kegiatan kita, baik pebuatan maupun ucapan. Termasuk ketika kita berbicara tentang Islam. Pertama ketika berbicara tentang dalil al-Quran. Karena al-Quran adalah firman Allah. Menerjemahkan al-Quran, termasuk menafsirkan al-Quran, berarti menyampaikan apa maksud firman Allah.

Apa yang bisa kita bayangkan, ketika ada orang yang berbicara tentang al-Quran, menerjemahkan isi al-Quran, sementara Allah menolak terjemah darinya.

Terjemah al-Qur’an

Terjemah berarti,

التعبير عن الكلام بلغة أخرى

Mengungkapkan ucapan/materi teks (dari bahasa sumber) dengan bahasa lain.

Terjemah Al-Quran berarti mengungkapkan makna Al-Quran dengan bahasa lain.

Macam Terjemah

Terjemah ada dua macam,

1. Terjemah Harfiyah

Yaitu menerjemahkan setiap kata (dalam bahasa sumber) dengan kata yang sepadan (dalam bahasa kedua). Contoh, firman Allah Ta’ala,

إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ  (Az-Zukhruf: 3)

Ayat ini diterjemahkan;

Sesungguhnya kami = إِنَّا
Kami menjadikannya = جَعَلْنَاهُ
Al-Quran = قُرْآنًا
Bahasa arab = عَرَبِيًّا
Agar kalian = عَلَّكُمْ
memikirkannya = تَعْقِلُونَ

2. Terjemah Maknawiyah atau Tafsiriyah

Ini sangat berbeda dengan terjemah harfiyah. Terjemah tafsiriyah berarti ada tafsir dari suatu ayat, kemudian tafsir itu diterjemahkan ke bahasa lain. Misalnya tafsir surat az-Zukhruf ayat 3, dalam kitab Jalalain yang berbahasa arab, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Sehingga terjemah ini sama sekali terikat dengan kosakata dan urutan kata dalam ayat.

Tafsir Jalalin untuk surat az-Zukhruf ayat 3 di atas,

“إنَّا جَعَلْنَاهُ” أَوْجَدْنَا الْكِتَاب “قُرْآنًا عَرَبِيًّا” بِلُغَةِ الْعَرَب “لَعَلَّكُمْ” يَا أَهْل مَكَّة “تَعْقِلُونَ” تَفْهَمُونَ مَعَانِيه

Kemudian diterjemahkan,

"Sesungguhya Kami jadikan kitab ini sebagai al-Quran yang berbahasa arab, agar kalian – wahai penduduk Mekah – memahami maknanya."

Hukum Terjemah Harfiyyah

Terjemah harfiah untuk al-Qur’an mustahil menurut sebagian besar ulama. Karena ada banyak syarat yang tidak mungkin diwujudkan. Diantaranya,

1. Harus ada kosakata yang sepadan antara bahasa sasaran dengan kosakata dalam bahasa sumber.

2. Harus ada alat bahasa dan pelengkap kalimat yang sama antara bahasa sasaran dengan bahasa sumber.

3. Harus ada kesamaan antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran dalam sistematika kalimat ketika disusun dalam bentuk kalimat, frase, atau kalimat majemuk bertingkat.

Sebagian ulama menyatakan bahwa terjemah harfiyah memungkinkan untuk sebagian ayat. Meskipun demikian, hukumnya tetap terlarang, karena beberapa alasan. Diantaranya,

1. Tidaklah mungkin bisa mengungkapkan makna ayat dengan sempurna,

2. Tidak mungkin bisa mempengaruhi pembaca sebagaimana pengaruh Al-Quran yang berbahasa Arab yang jelas,

3. Tidak ada kebutuhan yang memaksa untuk menerjemahkan Al-Quran secara harfiyah. Karena kebutuhan masyarakat adalah memahami kandungan Al-Quran, dan itu pada terjemah maknawi.

Karena itu, sekalipun memungkinkan untuk diterjemahkan harfiyah, tapi secara hukum ini terlarang. Kecuali jika untuk tujuan belajar bahasa arab, dan itu hanya untuk sebagian ayat.

Hukum Terjemah Maknawiyah

Terjemah maknawiyah pada asalnya diperbolehkan, karena tidak ada dalil yang melarangnya. Bahkan bisa jadi wajib ketika itu dibutuhkan. Terutama ketika itu menjadi wasilah untuk menyampaikan kandungan al-Quran kepada masyarakat yang tidak paham bahasa arab.

Hanya saja, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam terjemah maknawi,

1. Terjemah maknawi al-Quran tidak boleh menggantikan Al-Quran. Sehingga orang merasa tidak membutuhkan lagi teks al-Quran. Karena itu, teks asli al-Quran harus tetap dicantumkan, kemudian disampingnya ditulis terjemah maknanya, sehingga seperti tafsir bagi ayat sebelahnya.

2. Orang yang menerjemahkan harus paham tentang makna kedua bahasa. Bahasa arab dan bahasa sasaran. Dia harus paham konteks kalimat dalam masing-masing bahasa.

3. Penerjemah harus orang jujur, yang menjunjung tinggi aturan syariat. Agamanya baik, komitmen dengan aturan syariat. Bukan orang liberal atau memiliki pemikiran menyimpang.

4. Penerjemah harus paham istilah-istilah syar’i dalam al-Quran, sehingga dia tidak salah dalam memahami istilah yang beda maknanya dengan makna bahasanya.

Rujukan: Ushul fi Tafsir, Ibnu Utsaimin, hlm. 31 – 32.

Terjemah Depag & Tafsir Jalalain

Terjemah depag hakekatnya adalah terjemah makna al-Quran, bukan terjemah harfiyah. Dan jika kita perhatikan, secara umum, terjemah depag lebih mengacu kepada tafsir Jalalain. Sehingga lebih mendekati ringkasan terjemah tafsir Jalalain.

Karena itu, sangat mungkin jika ini direvisi. Baik karena latar belakang penyesuaian bahasa atau karena mengacu pada kitab tafsir lainnya.

Allahu a’lam.

Ustadz Ammi Nur Baits menulis kajian ini di https://konsultasisyariah.com/26388-syarat-menerjemahkan-al-quran.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.